Menikah Muda : Sebuah tanda cinta atau hanya sekedar tren?

Hello, everyone! Happy Sunday and happy holiday! I hope you guys are doing fine during this long holiday. If you ask what I am doing (actually no one asks lol), hmm I am now between jobs. Yeah I have done an interview with an English Assurance company and I hope it went well and I can join the company. Amen!

Well, today I'm gonna write about Marriage at Young Age in Indonesia. So, this post will be in Bahasa. I'm sorry for foreign readers that you can't enjoy this post, unless you translate them by using GTranslate haha. Okay, let get it started...

Saya berusia 21 tahun sekarang dan belum memiliki tambatan hati. Bagi saya, hal itu bukan sebuah masalah berarti, karena saya memang sedang fokus pada pendidikan dan karir. Namun, belakangan ini teman-teman sebaya atau yang berusia sekitar 18-22 banyak yang sudah memiliki pasangan (dalam artian pacaran) dan bahkan menikah. Luar biasa? Ya!. Saya pribadi memandang hal ini sebagai sebuah fenomena. Mengapa demikian? Karena di kampus tempat saya menimba ilmu, saya menemukan banyak teman dan kenalan yang menikah selama masa studinya berlangsung. Ada yang menikah saat berada di semester ke-5, semester ke-7, juga setelah baru saja menyelesaikan skripsi. Yang lebih menarik lagi, mereka menikah dengan pasangan yang juga muda, yaitu kakak tingkat atau teman satu angkatan. 

Melihat fenomena ini, saya yang kata sebagian orang adalah seorang feminist, merasa penasaran mengenai latar belakang keputusan mereka menikah di usia muda. Jujur, semenjak kecil saya berimpian ingin menikah muda, sekitar usia 21 tahun. Saat itu saya tidak bisa membayangkan jika saya menikah pada usia lebih tua, karena saya sempat terinspirasi oleh ibu saya yang menikah pada usia 23 tahun (ayah 27 tahun). Hahaha nyatanya sekarang saya belum menjadi apa-apa, belum puas mengejar cita-cita, belum bisa berbuat sesuatu yang membanggakan bagi orang tua saya. Lantas, saya sekarang berpikir untuk memprioritaskan orang tua saya dulu ketimbang untuk menikah dan berjarak dengan keluarga saya. No!. 

Untuk mengobati rasa penasaran saya ini, saya sering mencari informasi mengenai pernikahan pada usia dini. Mulai dari membaca artikel-artikel psikologi, kesehatan dan juga ajaran agama. Kedua bidang psikologi dan kesehatan memaparkan sisi positif dan negatif menikah muda, sedangkan bidang agama lebih bersifat menyarankan untuk menikah muda demi menghindari melakukan seks pranikah. Kesemua bidang ini memberikan informasi yang baik. 

Dari sudut pandang psikologi, menikah di usia muda dipandang cukup baik karena diperkirakan usia ibu dan anak nantinya tidak berbeda jauh, sehingga komunikasi yang terjalin akan baik dan tercipta kedekatan di antara ibu dan anak. Di sisi lain, secara mental diragukan bahwa pasangan yang menikah di usia muda untuk dapat mengontrol emosi pribadi dan menyikapi berbagai masalah pernikahan dengan dewasa. 

Khusus untuk kaum hawa, pada usia muda (18-21 tahun) alat-alat reproduksi mulai bekerja dengan baik. Eits, bukan berarti sudah cukup matang untuk mengalami proses melahirkan ya. Pada usia sekitar 24-25 tahun alat-alat reproduksi sudah lebih matang. Ditinjau dari segi kesehatan, menikah pada usia muda bukanlah hal yang buruk karena jika menikah pada usia yang lebih dewasa sekitar 30-40 tahun maka resiko terkena penyakit seperti tekanan darah tinggi, kegemukan, dan lainnya menjadi lebih tinggi dan hal ini dapat mengganggu kehamilan serta cukup beresiko pada proses bersalin.

Nah, ini yang seringnya menjadi "senjata" bagi para pasangan muda meyakinkan diri untuk menyegerakan menikah. Ya, say no to free sex! Begitu katanya. Selain itu, agama manapun memang melarang praktek seks di luar pernikahan. Sebenarnya bukan hanya agama, tetapi juga norma sosial yang dipegang oleh orang timur memang "mengharamkan" hubungan seksual di luar nikah. 

Secara objektif telah saya paparkan plus minus menikah di usia muda, tetapi secara subjektif, saya memandang pernikahan pada usia muda adalah hal yang perlu dipertimbangkan lagi. Saya tidak memungkiri adanya kisah cinta sejati di luar sana yang menceritakan bahwa sebuah pasangan menikah muda karena mereka ingin memelihara cinta mereka dan mengikat janji suci. Yang saya takutkan adalah adanya pernikahan yang dilaksanakan hanya karena keinginan orang tua (biasanya dari pihak perempuan) yang berusaha melakukan tindakan preventif agar sang anak tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan anaknya belum tentu sudah siap lahir batin untuk menikah. Sungguh disayangkan. 

Lebih parahnya lagi, ada beberapa pihak yang mengatasnamakan "perintah agama" menikah pada usia muda, padahal dapat dilihat bahwa mereka belum sepenuhnya mapan, baik secara mental maupun finansial. Saya memandang hal ini sebagai sebuah tren yang sedang sering terjadi, terutama di kampus saya. Sebut saja seorang alumni yang menikah dengan mahasiswa tingkat 3, dan sebagainya. 

Saya bukan bermaksud untuk sok dewasa atau sok paham mengenai cinta. Akan tetapi, menurut saya pribadi, menikah itu bukan hanya sekedar cinta yang kuat di antara kedua mempelai, tetapi juga kelapangan dada untuk bercampur dengan keluarga dari kedua belah pihak dan mengakrabkan diri, lalu juga secara finansial sudah mantap. Pikiran saya, kalau ada pasangan yang menikah di usia muda kemudian masih tinggal di pondok mertua indah karena alasan finansial, lantas untuk apa mengadakan resepsi puluhan juta kalau menata rumah tangga pun belum siap? Lebih jauh lagi, kematangan mental dari kedua pasangan adalah hal yang utama. Banyak contoh dari kalangan selebriti maupun orang biasa yang menikah pada usia sama-sama muda, mereka memutuskan untuk bercerai saat usia pernikahan memasuki tahun-tahun awal. Lain halnya jika salah satu pasangan berusia lebih muda atau secara mental lebih matang. Pada dasarnya, pernikahan bukan hanya sebatas resepsi yang indah, setelah resepsi itulah pernikahan yang sebenarnya. Jadi, kesiapan dari berbagai aspek perlu dipertimbangkan.

Menikah di usia muda ataupun dewasa adalah hak dan pilihan pribadi masing-masing. Tentu dengan alasan yang beragam. Saya pribadi berimpian untuk menikah jika saya sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya, terutama ayah saya. Saya rasa 5 atau 6 tahun mendatang adalah waktu yang tepat karena saya sendiri merasa saya belum dewasa dan siap untuk menghadapi masalah rumah tangga. 

Nah, menurut kalian, menikah pada usia muda adalah sebuah tanda cinta atau hanya sekedar tren?

Good night! XO


Tiara Salim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan Swalayan

Dare to Be Plus-Sized Model

Biaya Hidup di Depok